watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

LUKISAN BUGIL DIRIKU

Ini adalah pengalamanku tahun 2002 lalu yang
ingin kubagikan pada para pembaca. Aku
mempunyai seorang teman kuliah cowok
bernama Felix. Sedikit gambaran tentang dirinya,
tidak terlalu tinggi, hampir sepantaranku,
berkacamata dan pipinya agak tembem dengan
kulit sawo matang. Wajah sih tidak termasuk
ganteng, malah cenderung culun apalagi dengan
kacamata bingkai tebalnya itu. Sifatnya juga
tertutup dan kuper, tidak biasa gaul dengan
cewek, kalau bertemu di perpustakaan, kantin
atau di areal kampus lainnya pasti sendirian atau
minimal bersama 1-2 temannya yang cowok. Dia
berasal dari Padang dan nge-kost di di sekitar
kampus ini. Karakternya yang unik ini
membuatku ingin mengerjainya, aku ingin tahu
apa orang seintrovert itu akan luluh oleh godaan
wanita penuh gairah sepertiku.
Dalam prestasi dia memang biasa-biasa saja, IPK-
ku saja lebih tinggi darinya (bukannya sombong
loh). Namun dia mempunyai sebuah bakat yang
menonjol yaitu menggambar, terutama
menggambar manusia dan gambar-gambar
versi anime Jepang, wajah dan proporsi
tubuhnya pas sekali, aku tahu hal ini karena
seringkali kalau kuliahnya boring dia sembunyi-
sembunyi menggores-goreskan pensil pada
kertasnya, di organizernya juga terselip beberapa
hasil karyanya. Pernah suatu kali saking asyiknya
menggambar dia tidak sadar kalau si dosen
sedang berjalan di dekatnya, dan mengambil
kertasnya dan mengamat-amati gambarnya lalu
berkata
“Wah..wah anda ini lagi jatuh cinta sama siapa
ya, sampai dibawa-bawa ke gambar begini, siapa
nih di sini yang rambut panjang dengan kucir ke
belakang” sambil memperhatikan semua
mahasiswi di kelas ini.
Kontan satu kelas termasuk aku tertawa-tawa dan
saling menunjuk siapa yang di dalam gambar itu,
wajahnya jadi memerah karenanya. Kalau saja
dosennya killer pasti dia sudah dikotbahi macam-
macam atau bisa juga disuruh keluar, untung Bu
Yani (si dosen itu) tidak segarang itu, beliau cuma
menyindir dan menegurnya namun beliau juga
memuji gambarnya itu bagus.
Suatu hari pada mata kuliah American Culture and
Institution yang dosennya ‘obat tidur’ aku duduk
di belakang dan kebetulan dia juga di sebelahku
sehingga bisa ngobrol dengannya dengan suara
pelan.
“Biasa lu nge-gambar dapat ide dari mana aja
Lix ?” tanyaku sambil melihat-lihat gambar-
gambar di organizernya.
“Kebanyakan sih dari film atau foto-foto Ci, kalo
lagi iseng ya gambar, enjoy gitu !”
“Eh...yang ini bagus nih, mirip aslinya, Vivian Hsu
kan ?”
“Iya hehehe, modelnya langsung dari orang
aslinya tuh” katanya sambil nyengir
“Ciee...mimpi kali yee !” balasku menyikutnya
pelan
“Emang lu pernah pakai model asli untuk
gambar-gambar lu Lix ?” tanyaku lagi
“Emmm...pernah sih dulu saudara gua, tapi
kebanyakan sih gua ambil dari foto ya, abis susah
kan cari model”
“Kalau menggambar sampai selesai gini habis
waktu berapa lama kira-kira ?”
“Itu tergantung mood juga sih, tapi rata-rata sih
setengah jam lah”
“Gini Lix, kalau gua jadi modellu boleh ga ?
pengen sih sekali-sekali dilukis gitu, gimana ?”
tawarku
“Wah, bener nih Ci ? thanks banget kalau lu mau,
kapan nih ada waktu ?”
“Gua sih abis ini ga ada apa-apa lagi, lu sendiri
gimana ?”
“Ooo...bagus kalau gitu di kost gua aja gimana ?”
jawabnya antusias dengan tawaranku
Singkat cerita, setelah selesai perkuliahan yaitu
jam sebelas, aku mengikutinya ke kostnya, dari
kampus kami jalan kaki sekitar sepuluh menit.
Tidak banyak orang di sana, mungkin karena
pada jam-jam seperti ini masih banyak yang
kuliah, hanya nampak seorang anak muda
sebagai pembantu, seorang ibu setengah baya
yang juga pembantu dan dua orang penghuni
kost lainnya yang semua pria. Kamar Felix bisa
dibilang cukup rapi dibanding kamar pria pada
umumnya, di dalam sebuah rak tersusun
beberapa model robot rakitan dan patung-patung
kecil tokoh anime, begitu juga di dindingnya
tertempel poster-poster anime dan game.
“Typikal tukang gambar banget nih anak,
kacamata dan anime maniac gini” kataku dalam
hati sambil mengamati koleksi-koleksinya
sementara dia sedang ke toilet.
“Ok, Ci bisa kita mulai ga ? Lu mau dilukis
gimana ?” tanya Felix yang baru keluar dari toilet
“Oohh..iya tapi omong-omong lu bakal tegang ga
kalo ngegambar pakai model nanti takutnya
hasilnya jelek”
“Tegang ? ngga lah...emang kenapa harus
tegang”
“Soalnya gua mau dilukis agak beda gitu loh”
“Bedanya gimana Ci ? kan lu cuma tinggal diam
bergaya aja ya” tanyanya bingung
“Itu loh Lix, lu pernah nonton Titanic ga ? gua
maunya digambar seperti itu tuh, gimana ?”
jawabku dengan polosnya
Tentu saja dia langsung tercengang dengan
permintaanku itu dan wajahnya memerah
“Hah...yang bener lu Ci, maksudlu bugil gitu ?”
“Hh-emm...wearing only this itu loh, gua yakin lu
bisa kok” aku lalu melepaskan satu-satu kancing
kemejaku dan memperlihatkan bra-ku
“Ci...lu serius nih, berani kaya gini ?” seakan tidak
percaya apa yang dilihat di hadapannya.
Aku tertawa tertahan melihat reaksi amatirannya
itu sambil terus melucuti satu demi satu
pakaianku. Matanya seperti mau copot
memandangku yang sudah telanjang di
depannya, dari reaksinya aku yakin dia baru kali
ini melihat perempuan bugil secara langsung.
“Nah...gimana Lix ? jangan tegang gitu dong,
minum dulu aja deh”
Dia menerima gelas yang kusodorkan dan
meminumnya lalu menarik nafas panjang
“Ok dah tenang kan, buktiin dong kalo lu
profesional artist, masa ngeliat tubuh cewek aja
nervous gitu hehehe” aku menenangkannya
sambil tertawa kecil
“Ya tegang dong Ci, gua kan ga pernah gambar
bugil sebelumnya” jawabnya terbata-bata,
namun dia sudah lebih rileks dari yang tadi.
Kulihat matanya tidak pernah lepas memandangi
tubuhku
“Makanya lu harus cari pengalaman baru, supaya
pandangan lu tambah luas”
“Gimana bisa kita mulai kan menggambarnya”
kataku sambil membaringkan tubuh di
ranjangnya
“Bentar Ci” sahutnya lalu mengunci pintu terlebih
dulu “kalo ada yang masuk kan berabe”
“Posisi gini gimana ? bagus ga ?” aku berbaring
menyamping dengan menopang kepalaku
dengan tangan kanan ditekuk
“Kurang Ci, biasa aja, mending lu tumpuk itu
bantal buat sandaran tangan terus duduk
bersimpuh, kayanya lebih bagus” pintanya
setelah mengamati sejenak.
“Gini ?” tanyaku mengikuti arahannya
“Ya, lebih tegak dikit Ci, ya gitu ok” aturnya
Dia duduk di kursi seberang ranjang sana
memegang clipboard. Sebelum mulai dia minum
dulu untuk menenangkan diri. Lewat lima menit,
dia geleng-geleng kepala melihat kertasnya, lalu
ditariknya kertas itu dan diremas-remas.
“Kenapa Lix ? gagal ?” tanyaku
“Sory Ci, belum biasa sih jadi ga bagus tadi, sekali
lagi yah, sory ngerepotin”
“Ya udah, santai aja, lama-lama juga biasa kok”
Kali ini sepertinya dia sudah lebih enjoy
melakukan aktivitasnya, tangannya bergerak
dengan cepat diatas kertas, mengganti-ganti
pensil, mengambil kapas dan penghapus, ibarat
Leonardo yang melukis bugil Kate Winslet di film
Titanic itu.
Ternyata jadi model lukisan gini capek juga loh,
harus diam terus dan menjaga ekspresi wajah
selama beberapa saat lamanya, semenit jadi
seperti satu jam rasanya.
“Wuiihh...finally !” sahutnya dengan bernafas
panjang setelah empat puluh menitan bekerja
keras
“Udah Lix ? coba gua liat dong hasilnya sini”
pintaku tak sabar ingin melihat hasilnya
Dia berjalan ke sini dan duduk di tepi ranjang
memperlihatkan karyanya kepadaku
“Puas ga Ci ? sory yah kalo jelek kan baru kali ini”
Aku mengamat-amati gambar itu sejenak, harus
kuakui hasilnya lumayan, walaupun mukaku
terlihat lebih lebar di gambar itu, namun secara
keseluruhan sudah ok. Aku tahu dia terus
memandangi tubuh polosku sejak tadi, tapi
kubiarkan saja dia menikmatinya sambil aku
melihat gambarnya.
“Hhmm...ga nyesel kayanya gua cape-cape
duduk telanjang selama ini yah, ya ga Lix ?”
kataku sambil menolehkan wajah melihatnya
yang sedang memperhatikanku yang tanpa
tertutup sehelai benangpun dengan wajah
memerah.
“Eh..kenapa lo Lix, kok ngeliatin gua sampai kaya
gitu, belum pernah liat cewek bugil ya
sebelumnya ?” ujarku dengan tersenyum nakal
“Liat aja sih sering Ci, tapi kalau yang beneran
baru kali ini, pernah juga melihat adik gua baru
keluar mandi itu juga ga sengaja” katanya sambil
garuk-garuk kepala
“Jadi pegang-pegang badan cewek ga pernah
dong ?” tanyaku memancingnya
“Walah apalagi itu Ci, pacar aja belum, mo sama
siapa” dengan sedikit terkekeh
“Terus gimana reaksilu ngeliat gua ga pake apa-
apa di depan lo gini ?”
“Wah...gimana yah, susah omongnya nih, ya
agak shock juga tadi abis baru kali ini” jawabnya
gugup
“Ada pikiran macam-macam gitu ngga waktu
ngegambar tadi ?” pancingku lagi
“Emmm...macam-macam gimana contohnya
Ci ?” tanyanya pura-pura bego atau memang
bego nih, ga taulah, who care, lucu juga aku
dengan tingkahnya ini
“Ya misalnya gini nih” seraya kuraih tangannya
dan kuletakkan pada payudara kiriku.
Terasa sekali tangannya gemetaran memegang
dadaku, mulutnya melongo tak sanggup berkata-
kata dan mukanya tambah merah saja.
Kubimbing tangannya meremas-remas payudara
montokku.
“Mmhh...gitu remasnya, pakai
perasaan...putingnya juga”
Dia menuruti apa yang kuajarkan walau masih
diam terbengong. Setelah gemetarnya berkurang
aku memulai aksi terusannya, kudekatkan bibirku
padanya hingga saling berpagutan.
“Mulutnya dibuka Lix, jangan kaku gitu, gua ajarin
lu cipokan” bisikku dengan nada manja
Dengan agresif lidahku menjelajahi mulutnya,
menyapu ke segenap penjuru, menjilati lidahnya
mengajak ikut bermain sehingga pelan-pelan
lidahnya juga mulai aktif mengimbangiku.
Tangannya pun tanpa kubimbing lagi sudah
menikmati payudaraku dengan lebih semangat,
bahkan kini dia lebih berani menjulurkan tangan
satunya ke belakangku dan mengelusi
punggungku.
Setelah puas berciuman, perlahan aku menarik
mulutku, air liur nampak menetes dan berjuntai
seperti benang laba-laba ketika mulut kami
berpisah pelan-pelan.
“Itu tadi namanya Frech Kiss, Lix, udah bisa
belum ?”
“Ho-oh, seru banget, lagi dong Ci !” pintanya
“Eiitt...sabar dulu, jangan buru-buru, masih
banyak yang lebih seru” kataku sambil
membukakan kaosnya dan melemparnya ke
kursi “Lu berdiri dulu dong, gua bantu buka
celananya !”
Dia bangkit dari duduknya dan berdiri di depanku
yang duduk di pinggir ranjang. Kulucuti
celananya tanpa menghiraukan reaksinya yang
malu-malu, terutama ketika akan kubuka celana
dalamnya.
“Iihh...rese amat sih, minggir sana tangannya,
gua bugil di depanlu aja santai, masa lu yang
cowok malu-malu kucing gini !” bentakku pelan
“Iya...iya Ci, sori habis baru pernah nunjukin anu
gua ke cewek sih” katanya gugup membiarkan
celana dalamnya kuturunkan.
Aku melihat penisnya yang sudah tegang lalu
kugenggam dengan jari-jari lentikku.
“Wah, belum maksimal nih ngacengnya, liat aja
nanti kalau udah ngerasain mulut gua, pasti
ketagihan lu, hehehe...!” pikirku mesum
“Udah gede gini juga masih bilang malu, munafik
lo ah !” ujarku sambil mengusapnya.
Kumulai dengan mengecup kepala penisnya dan
memakai ujung lidahku untuk menggelikitiknya.
Kemudian lidahku turun menjalari permukaan
benda itu, sesekali kugesekkan pada wajahku
yang halus, kubuat penisnya basah oleh liurku.
Bibirku lalu turun lagi ke pangkalnya yang
dipenuhi bulu-bulu, buah pelirnya kujilati dan
yang lainnya kupijat dalam genggaman tanganku.
Beberapa saat kemudian mulutku naik lagi dan
mulai memasukkan benda itu ke mulutku.
Kuemut perlahan dan terus memijati pelirnya.
“Aaa..ahhh..geli Ci...uuhhh !” desahnya bergetar
Kulihat ekspresinya meringis dan merem-melek
waktu penisnya kumain-mainkan di dalam
mulutku. Kujilati memutar kepala kemaluannya
sehingga memberinya kehangatan sekaligus
sensasi luar biasa. Semakin kuemut benda itu
semakin keras dan membengkak. Aku
memasukkan mulutku lebih dalam lagi sampai
kepala penisnya menyentuh langit-langit
tenggorokanku. Setelah beberapa lama kusepong,
benda itu mulai berdenyut-denyut, sepertinya
mau keluar. Aku makin gencar memaju-
mundurkan kepalaku mengemut benda itu. Felix
makin merintih keenakan dibuatnya, tanpa
disadarinya pinggulnya juga bergerak maju-
mundur di mulutku. Tak lama kemudian
muncratlah cairan kental itu di dalam mulutku
yang langsung kusedot hingga tuntas. Kulirikan
mataku ke atas melihatnya merintih sambil
mendongak ke atas, tangannya mengucek-ucek
rambutku.
Sisa mani yang belepotan di batangnya kujilati
hingga bersih, lalu aku merebahkan diriku di
ranjang dan menarik tangannya agar berbaring
menindihku, gambar itu kubiarkan jatuh ke lantai,
daripada kusut di ranjang tergencet tubuh kami
nanti.
“Wah...sumpah enak banget tadi itu Ci !” katanya
di dekat wajahku
“Itu tadi baru pemanasannya, sayang, kita masih
belum beres” kataku sambil membelai lembut
rambutnya
“Yuk, sekarang nyusu aja dulu sambil istirahat”
suruhku memberi syarat padanya untuk
melumat payudaraku
“Gua isep sekarang yah Ci” katanya dengan kedua
tangan sudah mencaplok sepasang payudaraku.
Aku mendesis dan tubuhku menegang
merasakan mulut Felix mulai beraksi di
payudaraku. Bongkahan dada kananku dia jilati
seluruhnya hingga basah, lalu dikenyot-kenyot di
dalam mulutnya. Kepalanya kudekap erat pada
payudaraku. Selesai dengan yang kanan kini dia
melakukan hal yang sama terhadap yang kiri
yang sejak tadi dia remasi dengan tangannya.
Kedua payudaraku jadi basah oleh liurnya.
Tangannya mulai berani menyusuri lekuk-lekuk
tubuhku, pantatku yang sekal dia elus-elus sambil
terus menyusu. Kuraih telapak tangannya yang
lagi mengelus pantatku dan menggiringnya ke
vaginaku.
“Disini lebih hangat kan, Lix ?”
“Iya hangat Ci, sedikit basah gitu”
“Coba lu masukin jarilu lebih dalam lagi ke situ,
pelan-pelan aja”
Dua jadinya pelan-pelan memasuki liang
kenikmatanku, melewati dinding yang bergerinjal-
gerinjal.
“Sekarang coba lu gosokin daging kecil
yang...ahhh !!” aku tak tahan untuk tak mendesah
sebelum selesai menjelaskan karena sensasi yang
ditimbulkannya, Felix sudah terlebih dulu
mengepit benda itu diantara dua jarinya dan
mengusap-usapnya
“Kenapa Ci ? sakit ?” tanyanya polos
“Nggak...enak terusin Lix, itu yang namanya
klitoris, daerah rangsangan cewek, ayo gituin
lagi !!”
Dia melanjutkan usapannya pada klitorisku dan
semakin lama semakin nikmat. Mulutnya kembali
mencaplok payudaraku. Aku menggelinjang
keenakan dengan nafas makin memburu,
tanganku mencengkram pundaknya dan
membelai kepalanya.
“Oohh...yess...gitu, i like it...terus...terus !!”
desahku sesekali menggigit bibir bawah
Lagi enak-enaknya terbuai tiba-tiba HP-ku
berbunyi, sehingga Felix berhenti sejenak melihat
asal suara
“HP lu tuh Ci, mau diangkat ?” tanyanya
“Udah ah biarin aja...ayo lagi tanggung nih !”
kataku sambil membenamkan wajahnya ke
dadaku lagi
Dari ringtonenya aku tahu itu pasti salah satu dari
geng-ku, kalau tidak Verna, Indah, atau Ratna,
paling-paling mau ngajak jalan atau ketemuan,
nanti juga bisa.
“Ci, tapi itu...kalo penting...?” tanyanya lagi
“Cerewet, ayo terusin lagi, bukan urusanlu !”
bentakku membenamkan lagi wajahnya ke
dadaku
Kamipun kembali berpacu dalam nafsu, ringtone
HP-ku terus berbunyi sampai berhenti beberapa
saat kemudian. Dia kini lebih ahli melakukan
tugasnya, hisapannya pada payudaraku semakin
mantap, pipinya sampai kempot menghisapnya.
Tangannya pada vaginaku bukan cuma
mengusap-usap saja, namun sudah berani
menusuk-nusuk sambil tetap memainkan
klitorisku. Sebelum dia membuatku orgasme aku
memegang pergelangan tangannya dan
menyuruhnya menarik keluar dari vaginaku. Jari-
jarinya basah sekali oleh cairan kewanitaanku.
Aku mencegahnya waktu dia mau mengelap
jarinya itu.
“Jangan dibuang dong, mubazir” cegahku
“Hah, tapi lengket gini Ci, emang mau diapain ?”
tanyanya heran
Aku tidak menjawabnya selain mendekatkan
telapak tangannya ke mulutku, kemudian
kumasukkan jari telunjuknya ke mulutku, kuemut
dengan penuh perasaan merasakan cairanku
sendiri. Tatapan mataku yang binal menatap
wajahnya yang terbengong-bengong dengan
tingkahku yang liar.
“Coba Lix, rasain deh sarinya cewek seperti gua
tadi !” kudekatkan jari-jari basah itu ke mulutnya
Mulanya dia agak ragu-ragu dan risih mencicipi
cairan itu, namun karena kubujuk terus akhirnya
dia pun pelan-pelan menjilati juga cairanku yang
belepotan di jarinya itu.
“Terus..lagi di sebelah sana tuh, belum habis” aku
menyemangatinya karena dia ragu-ragu
menjilatinya.
“Gimana rasanya ?” tanyaku dengan tertawa
tertahan
“Aneh Ci, tapi lama-lama enak juga sih”
Setelah itu aku menyuruhnya rebahan lalu aku
naik ke atasnya. Aku melepaskan kacamatanya
lalu menaruhnya di meja kecil sebelah ranjang.
Kami berpelukan erat dan kembali berciuman
dengan penuh gelora. Sambil berciuman
tangannya menjalar turun mengelus
punggungku dan meremas kedua belah pantatku.
Nafas kami sudah demikian memburu sehingga
hembusannya terasa pada wajah masing-
masing. Mulutku merambat ke bawah menciumi
lehernya dan terus ke dadanya, putingnya
kucium dan kugigit agak keras sambil
menariknya.
“Aooww...Ci...nakal lu yah...kaget tau !” tersentak
kaget dengan gerakan agresifku
Aku tertawa cekikikan karena reaksinya, dasar
amatiran, lucu banget ML sama yang model
ginian. Sesaat kemudian aku meraih penisnya dan
mulai mengarahkannya ke vaginaku.
“Selamat yah sebentar lagi lu jadi pria dewasa”
ucapku seolah menyalaminya yang sedang
menuju saat-saat terakhir keperjakaannya.
Pelan-pelan aku menurunkan badanku hingga
benda itu melesak ke dalamku diiringi desahan
kami. Aku melihat wajahnya yang meringis
antara rasa perih dan enak merasakan barangnya
dijepit vaginaku. Setelah masuk setengahnya aku
langsung menduduki penisnya dan
bless...amblaslah benda itu seluruhnya ke
dalamku. Aku mendesah panjang, begitupun
Felix, matanya melotot dan mengerang
merasakan jepitan dinding vaginaku pada
penisnya yang merenggut keperjakaannya.
Aku sengaja mendiamkan sejenak penisnya
tertancap padaku supaya dia bisa beradaptasi dan
meresapi saat-saat pertamanya dulu. Kemudian
aku mulai menggoyangkan pinggulku pelan-
pelan.
“Enak say ?...eeemmhhh !” tanyaku lirih
“Iya Ci....oohh...enak abis...ughh, mantap !”
Gerakan naik-turunku bertambah cepat secara
bertahap, payudaraku mulai ikut bergoyang-
goyang seirama goyang badanku.
“Mainin toked gua Lix...ohhh !” pintaku manja
sambil menaruh tangan kanannya ke payudaraku
“Aahh..ahhhh...yang keras pencetnya !” desahku
makin gila bersamaan dengan birahiku yang
makin tinggi
Hentakan badanku makin keras sampai kepala
penis itu terkadang menyodok-nyodok rahimku.
Keringat pun bercucuran pada tubuh dan wajah
kami apalagi kamar ini tidak ber-AC, cuma
dipasang exhaust van di atas pintu. Walaupun
aku berusaha agar tidak terlalu gaduh mengingat
hari masih terang dan banyak orang lalu lalang,
namun sesekali aku tak kuasa menahan jeritan
kecil kalau hentakannya kencang atau mengenai
G-spot ku. Memang tidak nyaman melakukannya
pada saat dan tempat seperti ini, tapi kalau sudah
kebelet ya apa boleh buat, lagipula ada sensasi
tersendiri juga bermain dalam keadaan tidak safe
seperti ini.
Tak lama kemudian aku merasakan perasaan
yang luar biasa sehingga secara alami goyangan
badanku bertambah kencang, hal ini membuat
erangan kami semakin terdengar. Tanpa
mengurangi frekuensi genjotan aku menunduk
melumat bibirnya dengan tujuan meredam suara
kami agar tidak mengundang perhatian. Akhirnya
ketika gelombang orgasme menerpa, yang
terdengar hanya erangan tertahan, dengan refleks
aku menekan vaginaku hingga penis itu tertancap
maksimal, Felix jadi kelabakan karena aku
menghisap lidahnya dengan kuat ditambah
pelukanku yang makin erat. Akhirnya tubuhku
melemas di atasnya dengan penis masih
menancap di vaginaku. Dibelainya rambut dan
punggungku dengan lembut
“Ci, itu tadi yang namanya orgasme yah ? gila
banjir banget lu tadi, tapi enak, hangat !”
komentarnya
“Kamu capek Ci ? udah lemas gini” tanyanya
melihatku yang bernafas ngos-ngosan.
“Nggak, lu juga masih kuat kan, sekarang kita
ganti gaya yah !” kataku sambil bangkit dan
bertumpu dengan kedua tangan dan lututku
Pinggulku kutunggingkan seakan menantangnya
memperlihatkan kemaluanku yang merah dengan
bulu-bulunya hitam yang lebat. Tanpa harus
kuajari lagi Felix menempelkan penisnya pada
bukit kemaluanku yang becek. Dengan mesra dia
membenamkan penisnya sedikit demi sedikit.
“Ooohh...yeahh ! fuck me like that...uuhh...i’m
your bitch now !” erangku liar
Ronde berikutnya pun dimulai, kami saling
memacu tubuh kami dalam posisi doggy. Sambil
menggenjotku, tangannya memijati payudaraku
yang bergelayutan dengan lembut, kupegangi
tangannya agar remasannya ke payudaraku
tambah keras, tubuhku kugoyangkan berlawanan
arah dengan sentakannya sehingga sodokan
penisnya makin terasa. Tidak sia-sia ajaranku,
ternyata dia tidak mengecewakan seperti
perkiraan dulu. Lima belas menit kemudian, kami
berganti posisi lagi, aku telentang di tengah
ranjang membuka lebar kakiku sementara dia
tetap dalam posisi berlututnya diantara kedua
pahaku. Sekarang dia yang memegang kendali
tanpa arahan-arahan dariku lagi, kedua betisku
dinaikkan ke pundaknya, tangannya turut aktif
menjelajahi tubuhku. Yang kulakukan kini
hanyalah mendesah, menggeleng-gelengkan
kepala dan menggigit jari menikmati hasil
pengajaranku. Aku lalu menurunkan kedua
betisku itu dan meraih lehernya, mengisyaratkan
agar dia maju menindihku. Kami sudah demikian
hanyut dalam kenikmatan sampai dua SMS yang
masuk ke HP-ku pun tidak mengusik kami.
Sambil terus menggumuliku, dia menciumiku di
mulut, pipi, telinga, dan leher
“Ahh-ahhh...Lix, kita coba keluar barengan ya, lu
udah mau kan” desahku sambil mempererat
pelukan ketika kurasakan perasan itu sudah
mendekat
“Iyah Ci, gua juga udah mau !” jawabnya
terengah-engah sambil mempercepat
genjotannya.
Kembali aku mengalami klimaks bersamanya
yang lebih panjang dari sebelumnya, tanpa peduli
keadaan aku mengerang panjang melepaskan
segala perasaan yang ada dalam diriku. Disaat
bersamaan pula, Felix menyusul ke puncak
dengan menyemburkan maninya yang kental ke
vaginaku hingga bercampur dengan lendir
kewanitaanku.
“Oouuughh...!” dia pun melenguh panjang
mengakhiri permainan ini
Kami berciuman dalam pelukan menikmati sisa
kenikmatan hingga akhirnya terkulai lemas
bersebelahan namun masih tetap berpelukan,
mata kami saling pandang satu sama lain tanpa
berkata-kata karena masih lelah.
“Ci, lu bakal hamil ngga ntar, takutnya...”
tanyanya dengan khawatir
Aku tersenyum dengan pertanyaan polosnya lalu
menjawabnya sambil memegang hidung
kecilnya
“Ah lu, udah ngelakuin baru tanya akibatnya, tapi
tenang, cewek kan ada masa-masa suburnya dan
sekarang gua lagi aman kok, masa gitu aja ga tau
sih ? kaan dulu di biologi ada ?”
“Iya sih, tapi kan prakteknya gua belom gitu jelas,
sekarang baru dijelasin ama lu hehehe” dia
tertawa renyah
“Eh Ci, gambar yang ini buat gua aja yah, buat
kenangan pertama kalinya gua ngelukis bugil, ntar
kalau mau gua gambarin lagi buat lu, please”
pintanya
Aku sih iya-iya saja, toh niatku menggodanya
sudah tercapai.
Hari-hari berikutnya, kami beberapa kali
bekerjasama membuat ‘karya seni’. Tidak jarang
aku memberi saran mengenai latar dan pose.
Kami saling berbagi pengalaman, aku mendapat
pengalaman sebagai model lukisan, dia pun
mendapat banyak wawasan untuk meningkatkan
bakat seninya dan tidak ketinggalan pelajaran seks
dan hubungan sosial dariku. Kini Felix sudah lebih
pandai bergaul, tidak sekuper dulu lagi. Bahkan
pernah dia mengutarakan perasaannya padaku,
namun sayang aku harus menolaknya dengan
halus, karena aku belum siap mendapatkan pacar
lagi sejak hubungan cintaku di masa lalu kandas
tiga kali. Kami tetap berteman baik hingga kini.
Ketika aku lulus beberapa bulan lalu dia telah
mempunyai pacar. Syukurlah, aku pun senang
karena bisa membantunya belajar mengenai
hidup dan membuatnya lebih terbuka


Adult | GO HOME | Exit
1/1462
U-ON

inc Powered by Xtgem.com